I. Permulaan Islam Masuk di Kalbar
Islam masuk ke Indonesia masih menyisakan perdebatan panjang, ada tiga
teori yang dikembangkan para ahli mengenai masuknya Islam di Indonesia
Teori Gujarat,Teori Persia dan Teori Arabia.
1. Teori Gujarat banyak dianut oleh ahli dari Belanda. Islam dari anak
Benua India, menurut Pijnappel orang Arab bermazhab Syafi’i yang
bermingrasi menetap diwilayah India kemudian membawa Islam ke Indonesia (
Azra,1998:24) Teori ini dikembangkan oleh Snouck Hurgonje.Moquette ia
berkesimpulan bentuk nisan di Pasai kawasan Sumatera 17 Dzulhijjah 1831
H/27 September 1428, batu nisan mirip di Cambay,Gujarat.W.F. Stuterheim
menyatakan masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi,
yakni Malik Al-Saleh pada tahun 1297. masuknya Islam ke Indonesia adalah
Gujarat. Relief batu nisan Sultan Malik Al-Saleh bersifat Hinduistikj
mempunyai kesamaan batu nisan di Gujarat.(Suryanegara,1998:76). J.C. Van
Leur pada th 674 M pantai barat Sumatera telah terdapat perekampungan
Islam, Islam tidak terjadi pada abad ke- 13 akan tetapi abad ke-7
2. Teori Persia pembangun teori ini adalah Hoesin Djajadiningrat, titik
berat pada kesamaan kebudayaan masyarakat Indonesia dengan Persia.
Kesamaan budaya seperti peringatan 10 muharram atau Asyura sebagai hari
peringatan Syi’ah terhadap syahidnya Husain. Kedua adanya ajaran
wahdatul Wujud Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar dengan ajaran sufi
Persia, Al-Hallaj. Teori Persia dibantah K.H. Saifuddin Zuhri , apabila
berpedoman Islam masuk abad ke -7 pada masa Bani Umayyah. Kekuasaan
politik dipegang oleh bangsa Arab, tidak mungkin Islam berasal dari
Persia.
3. Teori ini adalah T.W.Arnold,Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander,
Naquib Al-Attas A. Hasyimi, dan Hamka. Teori Arabiah yang dipertegas
Hamka ia menolak keras terhadap teori Gujarat, teori ini dikemukan
Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20 Maret 1963
ia menolak bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 jauh sebelumnya abad
ke-7 Masehi.
beberapa tradisi islam di kalbar
Makam Keramat 7
Tenggara dengan huruf bergaya kufi yang dibuat di Gujarat India.
Masuknya agama Islam di Indonesia diperkirakan pada abad ke 13 Masehi
dengan bukti makam sultan Malik al-Saleh yang bertuliskan wafat pada
bulan Ramadhan 696 H/1279 M. Kedua makam Fatimah binti Maimun wafat 475
H/1082 M ( dalam Hasan Muarif Ambary 1995)
Kontak dagang yang dilakukan oleh bangsa Arab dengan bangsa Indonesia
terjadi sudah sejak lama dengan bukti-bukti yang ditemukan terutama
didaerah Ketapang. Kedatangan bangsa Arab tidak hanya berdagang akan
tetapi mereka juga menyebarkan agama Islam. Sukadana yang menjadi
wilayah kekuasaan Tanjungpura menjadi pusat perhatian para pendatang
mereka dengan mudah masuk kedaerah tersebut karena letaknya yang secara
geografis sangat strategis. Akan memudahkan bagi pelayaran untuk singgah
berlabuh. Islam diperkirakan masuk di daerah Sukadana ±1550 Panembahan
di Baroch membentuk Landschap Matan. Giri Kusuma masuk Islam dan
beristerikan putri dari Landak
Ulama penyebar Islam yang dikenal Syech Husein yang kawin dengan putri
Giri Kusuma dan menurunkan raja-raja Tanjungpura. Di samping itu juga
ulama lainnya yang menyebarkan agama Islam di Kalimantan Barat antara
lain; Syarif Husein Alqadrie yang menurunkan raja-raja kesultanan
Pontianak, Syarif Idrus yang menurunkan raja-raja kesultanan Kubu
Kalimantan Barat.
Ketapang nama sebuah wilayah kekuasaan Tanjungpura baru dikenal oleh
masyarakat dan sering disebut-sebut setelah penjajah Belanda masuk. Pada
mulanya masyarakat lebih mengenal dengan nama Tanjungpura. Nama
Tanjungpura jauh sebelumnya sudah sangat popular baik di Asia maupun di
negara Eropa dan bahkan sudah disebut sejak zaman kerajaan Majapahit.
Tanjungpura yang meliputi Melano, Simpang, Lawai, (Lawai was usually
named in conjunction with Tanjungpura, which also vanished from the
record at about the same time (dalam Smit 2000) Masyarakat mengenal
Kayong, Kendawangan, Benua Lama, Kandang Kerbau (Sukabangun), Tembilok
(Sei Awan) Tanjung Kaili, Cilincing. Nama Ketapang diduga berasal dari
pohon ketapang yang banyak hidup di daerah tersebut dan juga sebagian
masyarakat mempercayai dengan legenda bahwa daerah tersebut pada zaman
dahulu banyak yang mempergunakan transportasi air dengan perahu sampan
yang selalu diikatkan pada pohon ketapang jika mereka berhenti atau
istirahat di dalam perjalanan. Catatan nama Ketapang sejak Hindia
Belanda.
Beberapa pendapat yang diungkapkan akan kita selusuri proses tersebut.
Berpedoman dari pendapat yang dikemukakan oleh Sendam, 1970:35, “Islam
Masuk di Kalimantan Barat yaitu sekitar abad ke 15 M, melalui
perdagangan dan tidak melalui organisasi misi, tetapi merupakan kegiatan
perorangan”. Ada dua roses berlangsungnya penyebaran Islam. Pertama
penduduk pribuni berhubungan dengan agama Islam, kemudian menganutnya.
Kedua, orang-orang asing Asia (Arab,India, Cina dan lain-lain) yang
telah memeluk agama Islam dan bertempat tinggal secara permanen di suatu
wilayah kemudian melakukan perkawinan campuran dan menjadi anggota
masyarakat lainnya. Seperti pada kerajaan Tanjungpura, Sambas, Mempawah,
Kubu, Pontianak dan lain sebagainya.
Upacara Adat Mempawah
Penyebaran agama Islam di Kalimantan Barat membujur dari Selatan ke
Utara, meliputi daerah Ketapang, Sambas, Mempawah, Landak. Menurut
Safarudin Usman bahwa Islam mulai menyebar di Kalimantan Barat
diperkirakan sekitar abad XVI Miladiah, penyebaran Islam terjadi ketika
kerajaan Sukadana atau lebih dikenal dengan kerajaan Tanjungpura dengan
penembahan Barukh pada masa itu di Sukadana agama Islam mulai diterima
masyarakat (Ikhsan dalam Usman 1996:3), akan tetapi Barukh tidak
menganut agama Islam sampai wafat 1590 M. Pada masa Giri Kusuma Islam
berkembang dengan pesatnya karena beliau memeluk agama Islam
Pendapat lain juga mengemukakan pada tahun 1470 Miladiah sudah ada
kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu Landak dengan rajanya Raden
Abdul Kahar (Usman,1996:4) Dimasa pemerintahan Raden Abdul Kahar
(Iswaramahaya atau Raja Dipati Karang Tanjung Tua) beliau telah memeluk
agama Islam sehingga dapat dikatakan berawal dari kerajaan Landak. Di
bawah pemerintahannya agama Islam berkembang dengan pesatnya di kerajaan
Landak (Pembayun:200:97)
Sahzaman berpendapat bahwa agama Islam masuk di Kalimantan Barat melalui
selat Karimata menuju kerajaan Tanjungpura yang memang sudah ada sejak
abad ke XIII. Kerajaan Sambas pada masa Raden Sulaimann putra Raja
Tengah dari kerajaan Brunai (Ajisman 1998:24)
Dalam buku Sejarah Kodam XIII Tanjungpura Kalimantan Barat yang
diterbitkan oleh Sendam Tanjungpura menyebutkan masuknya agama Islam di
Kalimantan Barat pada abad ke 16 Ketika kerajaan Hindu Sukadana dipimpin
rajanya penembahan Barukh, pada saat yang sama penembahan Barukh
membangun kota Baruj yaitu Matan (Ajisman:1998:25)
Berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas bisa diperkirakan,
bahwa agama Islam masuk di Kalimantan Barat pada masa pemerintahan
Barukh (1538-1550). Dari riwayat kerajaan Landak diperoleh keterangan
bahwa agama Islam di bawah pemerintahan Kerajaan Ismahayana, yang
bergelar Raja Dipati Tanjung Tua (1472-1542), agama Islam mulai
berkembang di kerajaan Landak (Sendam, dalam Ajisman; 1998). Mengingat
kerajaan Matan dan Landak yang masuk diperkirakan pada abad ke 15 maka
kerajaan Sintang yang berada dipedalaman sekitar akhir abad ke 16.
Penyebaran yang pertama-tama kemungkinan dari para pedangang Semenanjung
Melayu, terutama pedagang dari Johor. (Dalam Ikhan:2004:95)
RITUAL ANTAR AJUNG ( sambas )
Antar ajung adalah salah satu budaya masyarakat Sambas, khususnya di
Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Budaya ini unik dan cukup terkenal.
Ada beberapa versi tentang awal mula tradisi antar ajung atau mengantar
perahu kecil ke laut. Antar ajung dilakukan setiap tahun. Bagi warga,
terutama di Kecamatan Paloh, ritual ini dipercaya merupakan upaya agar
mendapatkan hasil panen yang melimpah di musim tanam yang baru.(Tim
Anpri,2008:76-78)
Menurut kepercayaan orang Sambas, tradisi ini juga tak bisa dilepaskan
dengan kisah Raden Sandhi yang diangkat sebagai menantu raja oleh “orang
kebenaran”. “Orang Kebenaran” adalah sebutan orang Sambas untuk makhluk
halus. Raden Sandhi bukannya mati, tapi dibawa “orang kebenaran” orang
halus, orang Paloh. Sampai saat ini, masyarakat masih percaya dengan
keangkeran atau hal-hal mistik.
Menurut kepercayaan, kalau kita akan pergi ke Paloh, pertama-tama kita
tidak boleh berteriak-teriak atau memekik di dalam hutan. Kedua, bersiul
juga dilarang. Ketiga dilarang berkata tidak baik.
Dalam menentukan pohon, terlebih dahulu dilakukan renungan oleh tetua
untuk mendapatkan petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa lewat pembacaan doa
bersama secara Islam. Bila kayu sudah ditemukan, maka dilakukan
pengasapan atau pembersihan kayu dari roh-roh jahat, dengan harapan agar
kayu tersebut tetap mampu membawa segala beban yang terdapat dalam
ajung tersebut.
Pembuatan ajung ini dilakukan secara bergotong royong, mulai memotong,
membelah, bahkan hingga mengecat serta memberi bentuk layar ajung
tersebut. Apabila ajung sudah selesai, maka dilakukan penurunan ajung
pada parit kecil sebagai wujud adaptasi untuk mengarungi lautan luas.
Sebelum ajung dilepas, terlebih dahulu diantar dengan tradisi jiget dan
bahkan pencak silat diiringi dengan bunyi-bunyian gendang tradisional
masyarakat setempat. Pelepasan ajung harus dilakukan secara serentak
oleh pemilik ajung yang merupakan wakil dari masing-masing dusun. Ajung
pun digiring ke bibir laut yang selanjutnya akan terbawa arus menuju
lautan lepas.
Proses perjalanan ajung-ajung ini mempunyai arti yaitu, bila waktu
dilepas mengalami tingkat kesulitan untuk berlayar, maka diasumsikan
masih adanya unsur ketidakikhlasan. Begitu juga sebaliknya, bila jung
tersebut melaju secara cepat tanpa hambatan, maka diasumsikan bahwa masa
tanam akan berhasil.
Ajung yang didesain seperti layaknya perahu layar ini juga diisi dengan
beberapa muatan seperti telur ayam, ratih, beras kuning dan sebagainya.
Tujuannya, tradisi ini merupakan proses mengantarkan sementara para
penganggu tanaman padi akan ditanam oleh masyarakat agar dapat pergi
sementara waktu. Proses antar ajung ini terbagi dalam tiga fase.
Fase pertama, masa pemberitahuan dari penghuni ajung. Biasanya ada
isyarat sejak enam bulan sebelumnya yang intinya memberitahukan bahwa
sudah saatnya musim panen dilakukan, dan ini akan diiringi dengan masa
makan emping bersama antar masyarakat secara terbuka.
Selanjutnya, memasuki masa mengantar upeti ke istana dengan bahan-bahan
seperti beras kuning, beras pulut, retih, emping dan padi yang jumlahnya
serba sedikit sebagai syarat, biasanya dilakukan pada akhir tahun atau
akhir masa panen padi.
Sedangkan kayu untuk membuat ajung, kebanyakan disiapkan dari kayu
pelacak atau sejenisnya. Kemudian dibuat menjadi perahu yang berukuran
kecil lengkap dengan layarnya. Sehari sebelum ajung diantar, didahului
kegiatan yang disebut ratib. Ratib yaitu kegiatan mengagung-agungkan
nama-nama Allah disertai doa selamat dan doa tolak bala.
Malam harinya dilanjutkan dengan acara mengisi ajung. Ajung diisi dengan
bermacam-macam wabe (hama penyakit bahasa Melayu Sambas), baik penyakit
untuk tanaman, ternak maupun penyakit yang bisa menjangkiti manusia.
Pada malam itu pula disediakan air untuk mandi benih. Setelah antar
ajung, barulah air tersebut dibagikan kepada masyarakat untuk memandikan
padi yang akan disewakan. Keesokan harinya, ajung lalu diturunkan ke
laut.
Ritual Antar Ajung sudah dimulai sejak kerajaan Sambas berdiri atau
tepatnya semasa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiudin. Antar ajung
dimaksudkan agar raja-raja roh jahat tidak menganggu tanaman petani,
setelah dikumpulkan di dalam satu ajung roh-roh jahat tersebut kemudian
dikirim ke lautan lepas.
Setelah melakukan ritual Antar Ajung masyarakat diwajibkan mematuhi
pantangan, seperti tidak boleh menebang kayu besar di hutan dan pohon
sagu. Kalau ada masyarakat yangn melanggar maka akan dikenakan hukuman
adat sebesar membuat ketupa sebanyak seratus buah yang dibagikan pada
setiap rumah dan membayar sejumlah uang untuk diinfakkan (disumbangkan)
ke masjid.
Hukuman adat tersebut memang ringan tetapi sanksi moral dengan
membagikan ketupat ke tiap rumah dinilai sangat memalukan oleh
masyarakat Melayu Sambas. Masyarakat Sambas percaya bahwa kalau tidak
dilakukan ritual antar ajung maka hasil panen akan menurun dan akan
diserang hama tikus dan wereng.
Ritual antar ajung ini diikuti dan disaksikan tidak hanya masyarakat
Melayu Sambas, tetapi seluruh warga dari berbagai etnis yang ada di
Paloh dan Sambas. Ketika pelaksanaan ritual antar ajung inilah terjadi
hubungan, interaksi masyarakat dari berbagai etnis, agama, tua-muda,
laki dan perempuan. Di samping ada sisi budaya dan ritual, antar ajung
menjadi pesta syukur rakyat Sambas, khususnya paloh.
MANDI SAFAR ( sambas )
Upacara mandi Safar banyak dilakkukan oleh suku bangsa Melayu di daerah
Kalimantan Barat dengan segala bentuk dan nama yang berbeda-beda, tetapi
tujuannya sama yaitu membersihkan segala bala dan kemalangan yang
mungkin melekat pada diri. .(Tim Anpri,2008:79-80)
Mandis safar dapat dilakukan di luar ataupun di dalam rumah. Mandi
dilakukan dengan menyiramkan air yang telah dibacakan doa. Terhindarnya
dari bala dan bencana tidak lain karena perlindungan dari Allah SWT,
sebagai mansuai wajib meminta perlindungan dari yang maha kuasa agar
terhindar dari bahaya dan kemalangan. Permintaan perlindungan ini
dilakukan dengan membersihkan diri dengan mandir air tolak bala sehingga
kotoran badan dapat disucikan dan dengan memanjatkan doa diharapkan
dijauhkan dari bala bencana. Tujuan lain mandi safar ialah untuk
menghilangkan perasaan was-was pada diri seseorang atau keluarga akan
perasaan tidak tenang dan rasa khawatir yang dapat mengganggu
kebahagiaan hidup.
Sehari sebelum tibanya rabu bukan safar, persiapan mandi safar dilakukan
dengan mempersiapkan ketupat dari pulut dan nasi dengan laut pauknya
serta bermacam-macam kue seperti apam, bingke, naga sari (kue-kue ini
tidak terlalu mengikat kecuali ketupat dan apam). Persiapan lainnya
ialah menyediakan daun menjuang, daun tumbuhan semak (sebagai tanaman
hias) lebar dan panjang berwarna hijau kemerah-merahan. Daun menjuang
dibawa kepada orang-orang tua yang pandai baca tulis arab dan Al-qur’an.
Tulisan dalam daun menjuang disebut salamun tujuh (tujuh
kesejahteraan). Menulisnya dapat mempergunakan dili atau benda
sejenisnya yang runcing. Daun ini kemudian akan direndam di dalam air
dan kemudian air tersebut dapat dipergunakan untuk mandi safar keesokan
harinya.
Mandi safar dilakukan sekali dalam setahun yaitu pada hari rabu terakhir
bulan safar. Setiap orang atau keluarga dapat memilih waktu yang tepat
sesuai dengan kepentingan masing-masing, biasanya sejak pagi jam 09.00 –
10.00 pagi mandi safar dilakukan. Sebelumnya sekitar 07.00 – 08.00 pagi
dilakukan pemanjatan doa selamat dan doa tolak bala. Air tolak bala
untuk mandi, air doa selamat untuk diminum.
Menengok Keraton Kadriah Pontianak
Umat Islam menjadi mayoritas ketika berdirinya kerajaan Pontianak pada
tahun 1771 Miladiah. Kesultanan Pontianak dengan rajanya Sultan Syarif
Abdurahman Al Qadrie adalah putra Syarif Husin AlQadrie yang menjadi
salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan Barat, kehadiran
kesultanan yang bercorak Islam masih membawa pengaruh adat istiadat
bangsa Nusantara yang dinamakan pengaruh Jawa pra Islam. Salah satu
pengaruh kuat adalah percampuran budaya Timur Tengah dengan budaya jwa
Pra Islam. Sekitar tahun 1733 Syarif Husin bin Ahmad Al Qadrie seorang
ulama dari negeri Trim Ar-Ridha Hadralmaut (Timur Tengah) datang ke
kerajaan Matan untuk menyebarkan agama Islam, kemudian di angkat sebagai
penasehat raja, akan tetapi jabatan tidak begitu lama dikarenakan ada
perselisihan paham tentang hukuman terhadap nakhoda tidak disetujui oleh
Syarif Husein kemudian pindah ke kerajaan Mempawah. Di kerajaan itu
beliau diangkat sebagai patih oleh Opu Daeng Manambon. Syarif Husin
menikah dengan Nyai Tua dari perkawinan ini mendapat lima orang anak
diantaranya Syarif Abdurahman Al-Qadrie yang lahir tahun 1471.
(Usman,2000:3-5)
Kawasan sekitar pusat pemerintahan kesultanan Pontianak yang terletak
dipinggiran Sugai Kapuas, Kampung Kapur, Kampung Bansir, kampung Banjar
Serasan dan Kampung Saigon sangat kental pengaruh agama Islam. Daerah
Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar pada jaman
tersebut beliau salah seorang yang termasyhur, sultan Pontianak Syarif
Muhammad Al-Qadrie mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji
dilingkungan Keraton Kadriyah Pontianak (Usman dkk:1997). Ustazd Djafar
yang kelak menurunkan anak yang bernama Kurdi Djafar yang di kenal
pendiri cabang Muhammadiyah di Sungai Bakau Kecil di Mempawah dan salah
seorang putranya Mawardi Djafar seorang tokoh Muhammadiyah yang ada di
Pontianak (dalam Iksan wawancara H.Rahim Jafar)
Agama Islam yang menjadi mayoritas di Kalimantan Barat dan Pontianak
pada khususnya. Agama di Pontianak terdiri dari agama Islam, Katholik,
Kristen,Hindu,Budha dan Konghucu bagi masyarakat Tionghoa. Toleransi
agama sangat dijunjung tinggi di Pontianak, sehingga dapat dikatakan
aman dan sejahtera.
Perkembangan yang berikutnya lahirnya berbagai organisasi Islam yang
menjalankan pendidikan Islam pada beberapa sekolah maupun yayasan di
Pontianak ;
1.Yayasan Pendidikan Bawari
2. Yayasan Pendidikan Bawamai
3.Yayasan Perguruan Islamiyah
4.Yayasan Pendidikan Muhammadiyah
5. Yayasan Pendidikan Al Azhar
Masih banyak pendidikan yang belum dapat di data. Di samping itu
perkembangan pengajian ibu-ibu yang berkembang pesat di Kota Pontianak.
Peranan ulama yang begitu besar terhadap perkembangan pendidikan tidak
hanya pada pendidikan formaL akan tetapi pada pendidikan non formal.
Ulama yang berpengaruh membentuk pendidikan di era tahun enam puluhan
dan sampai delapan puluhan di Pontianak antara lain;
1. Haji Ismail bin Abdul Karim alias Ismail Mundu (Mufti Kerajaan Kubu)
2. Syech Abdullah Zawawi (Mufti Kerajaan Pontianak)
3. Syech Syarwani
4. Habib Muksin Alhinduan (Tharekat Naksabandiyah)
5. Syech H.Abdurani Mahmud (Ahli Hisab)
6. Habib Saleh Alhaddat
7. Haji Abdus Syukur Badri alias Haji Muklis
8. Haji Ibrahim Basyir alias Wak Guru
Ulama-ulama yang berpengruh tersebut telah memberi warna keislaman
melalui ajaran yang disampaikan menjadi pedoman bagi para murid-muridnya
yang ada, baik menjadi sebagai ulama maupun pendidik guna mengembangkan
syiar Islam di Kalimantan Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar